Artikel 1.
Tanaman Alfalfa Bisa Jadi Pakan Hewan dan Obat Berkhasiat
Wednesday, 24 August 2011 20:28 Agri-News - Agribusiness & Investment
Tanaman alfalfa (Medicago sativa) masih terdengar asing bagi sebagian orang. Kalaupun pernah mendengar, tanaman ini lebih dikenal sebagai salah satu pakan ternak. Sebagian kecil orang mengenalnya sebagai salah satu tanaman herbal yang berkhasiat.
Bukan tanpa alasan orang tak kenal Alfalfa. Masih sedikit orang yang membudidayakannya. Padahal, di luar negeri, alfalfa sudah dikenal luas. Tanaman ini bernilai tinggi lantaran mengandung cukup banyak vitamin dan protein yang berguna bagi hewan. Bahkan, produsen produk herbal dari Taiwan dan China mencari ekstrak alfalfa dalam jumlah besar.
Nugroho Widiasmadi sudah merasakan hasil budi daya alfalfa ini. Setiap panen, ia bisa mendapatkan keuntungan bersih sebesar Rp 10 juta. Sebagian besar hasil panenan dikirim ke para peternak yang memesan terlebih dahulu. “Prospeknya menarik. Tanaman ini bisa menjadi awal untuk swasembada pakan ternak,” tuturnya.
Sebagian lainnya diolah dalam bentuk kering. Ia mengaku tiap bulan mengekspor alfalfa kering dalam kemasan seberat 20 kilogram ke Taiwan.
Tiap 25 gram dihargai Rp 10.000. “Saya titip dikirim ke Taiwan lewat teman,” ujarnya.
Setelah ikut pameran agribisnis, Maret lalu, saat ini Nugroho mendapat banyak permintaan dari pembeli di Timur Tengah dan beberapa negara Afrika. “Sekarang masih dibicarakan,” katanya, sumringah.
Rosmeini, warga Bekasi, Jawa Barat, menjual ekstrak alfalfa dalam bentuk cair bermerek Chlorophyll. Menurutnya, permintaan produk ini tak pernah surut. Tiap bulan ia bisa menjual puluhan botol alfalfa ukuran 500 mililiter seharga Rp 120.000. “Sebagian besar dikonsumsi untuk kesehatan tubuh,” tuturnya.
Meski menjanjikan, baru segelintir orang membudidayakan alfalfa. Salah satu yang sukses memang Nugroho. Ia menekuni alfalfa sejak 2001 di lahan seluas empat hektare milik sendiri di lereng Gunung Merapi, Yogyakarta.
Nugroho menekuni budi daya alfalfa secara tak sengaja. Saat itu ia mendapat bibit dari seorang teman yang baru pulang dari Iran. “Saya dapat empat kilogram bibit,” kenangnya. Nah, setelah baca-baca manfaat besar alfalfa, dari tahun 2001 sampai 2004, Nugroho mencoba mengembangkan bibit itu agar bisa tumbuh dengan rindang.
Reyhan Khalifa termasuk baru membudidayakan tanaman ini. Pada September 2010, ia melakukan ujicoba di lahan ukuran 1 meter x 12 meter di Desa Karang Tengah, Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah, selama enam bulan. Saat ini ia sudah mengembangkannya di lahan seluas satu hektare di Purwokerto, Jawa Tengah.
Dengan menggunakan bibit yang didatangkan dari Amerika Serikat, Reyhan memilih menggunakan lahan kecil untuk mencari kecocokan tanaman alfalfa dengan iklim dan tanah di Indonesia. “Saya coba tanam, ternyata selama enam bulan hasilnya stabil,” katanya. Menurutnya, syarat utama budi daya alfalfa yakni memiliki kadar pH tanah 6,2–7,2 dan berada 600 meter di atas permukaan laut.
Lantaran syarat itu, Reyhan bilang, alfalfa tidak bisa tumbuh di semua daerah. Ia pernah mencoba mengembangkan di daerah Lembang, Jawa Barat. Tapi, ternyata alfalfa tidak tumbuh bagus dan bentuknya cenderung kontet.
Reyhan mengaku, saat memulai membudidayakan alfalfa, ia membeli bibit 1,8 kg seharga Rp 5 juta. Adapun total modal ketika memulai usaha – termasuk bibit, pengelolaan, dan membayar beberapa pekerja kebun – sekitar Rp 20 juta.
Menurut Reyhan, di awal uji coba, masa berat budi daya alfalfa yakni 40 hari pertama. Selama itu, biasanya banyak tumbuh rumput liar di sekitar alfalfa. Untuk menekan pertumbuhan rumput, saban pagi dan sore, ia membersihkan rumput liar agar pertumbuhan alfalfa cepat tinggi. “Memang harus telaten bersihkan lahan,” katanya.
Lantaran tanaman alfalfa ini termasuk golongan rumput, perawatannya relatif tak sulit. Menurut Reyhan, yang perlu dilakukan hanyalah menyiram tanaman secara rutin dan menghindari pupuk kimia. “Saya pakai pupuk organik karena ingin alfalfa bisa dikonsumsi hewan dan manusia,” ujarnya.
Reyhan yang juga ikut komunitas kelinci itu mengaku merasakan manfaat alfalfa. Kelinci yang diberi makan alfalfa memiliki ketahanan tubuh dan kualitas anakan bagus. Maklum, kadar kandungan zat klorofil dan vitamin B di tanaman ini sangat tinggi. “Sapi dan kuda Australia bagus karena mengonsumsi alfalfa. Tanaman ini mengubah kolesterol menjadi otot dan daging,” jelasnya.
Kerja sama bagi hasil
Untuk budi daya alfalfa di Purwokerto, Reyhan mendapat pasokan bibit dari Asep Jauhari, rekannya yang juga aktif di komunitas Kelinci. Sistem kerja samanya adalah bagi hasil. Saat panen, pembagian hasilnya adalah 40% untuk pemilik lahan, 30% pengelola, dan 30% untuk pemilik bibit.
Reyhan menuturkan, dari lahan satu hektare, sekali panen, alfalfa menghasilkan 16 ton tanaman basah dengan harga jual Rp 4.000 per kilogram (kg). Jika dikeringkan, hasilnya sekitar tiga sampai empat ton dengan harga jual Rp 12.000 per kg.
Potensi keuntungan dari budi daya alfalfa cukup besar lantaran masa hidup tanaman ini bisa sampai 20 tahun. “Akar alfalfa itu bisa sampai lima meter ke bawah tanah,” tutur Nugroho. Masa panennya juga cepat, yakni tiga minggu hingga satu bulan sekali.
Pengamat agribisnis F. Rahardi mengakui, sebagai tanaman subtropis, alfalfa memang bisa dibudidayakan secara komersial di kawasan tropis. Tetapi, proses adaptasinya cenderung memerlukan waktu lama dan perlu ketekunan lebih.
Tapi, prospek bisnis tanaman ini sebagai pakan ternak belum jelas. “Beda dengan rumput gajah atau raja,” katanya. Ia mengingatkan calon pembudi daya agar jeli. Soalnya, penjual benih alfalfa sering mempromosikan produk berlebihan. “Konsumen harus kritis,” ujarnya.
Sebagian lainnya diolah dalam bentuk kering. Ia mengaku tiap bulan mengekspor alfalfa kering dalam kemasan seberat 20 kilogram ke Taiwan.
Tiap 25 gram dihargai Rp 10.000. “Saya titip dikirim ke Taiwan lewat teman,” ujarnya.
Setelah ikut pameran agribisnis, Maret lalu, saat ini Nugroho mendapat banyak permintaan dari pembeli di Timur Tengah dan beberapa negara Afrika. “Sekarang masih dibicarakan,” katanya, sumringah.
Rosmeini, warga Bekasi, Jawa Barat, menjual ekstrak alfalfa dalam bentuk cair bermerek Chlorophyll. Menurutnya, permintaan produk ini tak pernah surut. Tiap bulan ia bisa menjual puluhan botol alfalfa ukuran 500 mililiter seharga Rp 120.000. “Sebagian besar dikonsumsi untuk kesehatan tubuh,” tuturnya.
Meski menjanjikan, baru segelintir orang membudidayakan alfalfa. Salah satu yang sukses memang Nugroho. Ia menekuni alfalfa sejak 2001 di lahan seluas empat hektare milik sendiri di lereng Gunung Merapi, Yogyakarta.
Nugroho menekuni budi daya alfalfa secara tak sengaja. Saat itu ia mendapat bibit dari seorang teman yang baru pulang dari Iran. “Saya dapat empat kilogram bibit,” kenangnya. Nah, setelah baca-baca manfaat besar alfalfa, dari tahun 2001 sampai 2004, Nugroho mencoba mengembangkan bibit itu agar bisa tumbuh dengan rindang.
Reyhan Khalifa termasuk baru membudidayakan tanaman ini. Pada September 2010, ia melakukan ujicoba di lahan ukuran 1 meter x 12 meter di Desa Karang Tengah, Cilongok, Banyumas, Jawa Tengah, selama enam bulan. Saat ini ia sudah mengembangkannya di lahan seluas satu hektare di Purwokerto, Jawa Tengah.
Dengan menggunakan bibit yang didatangkan dari Amerika Serikat, Reyhan memilih menggunakan lahan kecil untuk mencari kecocokan tanaman alfalfa dengan iklim dan tanah di Indonesia. “Saya coba tanam, ternyata selama enam bulan hasilnya stabil,” katanya. Menurutnya, syarat utama budi daya alfalfa yakni memiliki kadar pH tanah 6,2–7,2 dan berada 600 meter di atas permukaan laut.
Lantaran syarat itu, Reyhan bilang, alfalfa tidak bisa tumbuh di semua daerah. Ia pernah mencoba mengembangkan di daerah Lembang, Jawa Barat. Tapi, ternyata alfalfa tidak tumbuh bagus dan bentuknya cenderung kontet.
Reyhan mengaku, saat memulai membudidayakan alfalfa, ia membeli bibit 1,8 kg seharga Rp 5 juta. Adapun total modal ketika memulai usaha – termasuk bibit, pengelolaan, dan membayar beberapa pekerja kebun – sekitar Rp 20 juta.
Menurut Reyhan, di awal uji coba, masa berat budi daya alfalfa yakni 40 hari pertama. Selama itu, biasanya banyak tumbuh rumput liar di sekitar alfalfa. Untuk menekan pertumbuhan rumput, saban pagi dan sore, ia membersihkan rumput liar agar pertumbuhan alfalfa cepat tinggi. “Memang harus telaten bersihkan lahan,” katanya.
Lantaran tanaman alfalfa ini termasuk golongan rumput, perawatannya relatif tak sulit. Menurut Reyhan, yang perlu dilakukan hanyalah menyiram tanaman secara rutin dan menghindari pupuk kimia. “Saya pakai pupuk organik karena ingin alfalfa bisa dikonsumsi hewan dan manusia,” ujarnya.
Reyhan yang juga ikut komunitas kelinci itu mengaku merasakan manfaat alfalfa. Kelinci yang diberi makan alfalfa memiliki ketahanan tubuh dan kualitas anakan bagus. Maklum, kadar kandungan zat klorofil dan vitamin B di tanaman ini sangat tinggi. “Sapi dan kuda Australia bagus karena mengonsumsi alfalfa. Tanaman ini mengubah kolesterol menjadi otot dan daging,” jelasnya.
Kerja sama bagi hasil
Untuk budi daya alfalfa di Purwokerto, Reyhan mendapat pasokan bibit dari Asep Jauhari, rekannya yang juga aktif di komunitas Kelinci. Sistem kerja samanya adalah bagi hasil. Saat panen, pembagian hasilnya adalah 40% untuk pemilik lahan, 30% pengelola, dan 30% untuk pemilik bibit.
Reyhan menuturkan, dari lahan satu hektare, sekali panen, alfalfa menghasilkan 16 ton tanaman basah dengan harga jual Rp 4.000 per kilogram (kg). Jika dikeringkan, hasilnya sekitar tiga sampai empat ton dengan harga jual Rp 12.000 per kg.
Potensi keuntungan dari budi daya alfalfa cukup besar lantaran masa hidup tanaman ini bisa sampai 20 tahun. “Akar alfalfa itu bisa sampai lima meter ke bawah tanah,” tutur Nugroho. Masa panennya juga cepat, yakni tiga minggu hingga satu bulan sekali.
Pengamat agribisnis F. Rahardi mengakui, sebagai tanaman subtropis, alfalfa memang bisa dibudidayakan secara komersial di kawasan tropis. Tetapi, proses adaptasinya cenderung memerlukan waktu lama dan perlu ketekunan lebih.
Tapi, prospek bisnis tanaman ini sebagai pakan ternak belum jelas. “Beda dengan rumput gajah atau raja,” katanya. Ia mengingatkan calon pembudi daya agar jeli. Soalnya, penjual benih alfalfa sering mempromosikan produk berlebihan. “Konsumen harus kritis,” ujarnya.
Sumber : KONTAN Online
Artikel 2.
BUDI DAYA ALFALFA
Alfalfa atau yang dalam bahasa latinnya disebut Medicago sativa adalah sejenis tanaman herba tahunan dengan ciri berakar tunggang, batang menyelusur tegak dari dasar kayu dan tingginya berkisar 30-120 cm, serta daun tersusun tiga.
Tangkai daun berbulu dan berukuran 5-30 mm. Kedalaman akar alfalfa dapat mencapai 4 meter. Saat memulai perkembangan batang, tunas aksiler di bagian bawah ketiak daun akan membentuk batang sehingga mahkota pada bagian dasar menjadi pangkal dan tunas aksiler di atas tanah membentuk percabangan. Perbungaan tersusun pada tandan yang padat dengan bunga kecil berwarna kuning atau ungu.
Tumbuhan ini mampu hidup hingga 30 tahun, bergantung dari keadaan lingkungan. Alfalfa juga memiliki bintil (nodul) akar yang mengandung bakteri Rhizobium meliloti sehingga dapat menambat atau mengikat nitrogen dari atmosfer untuk keperluan tumbuhan.
Alfalfa bisa dibudidayakan bersamaan dengan beberapa tanaman lain, seperti kembang telang (Clitoria ternatea), Cenchrus ciliaris, Macroptilium bracteatum, dan lain-lain. Tanaman alfalfa lebih tahan terhadap kekeringan bila dibandingkan tanaman kacang-kacangan lainnya. Hal ini dikarenakan akar yang panjang dan tanaman memiliki kemampuan melakukan dormansi (tidak aktif) saat musim kemarau yang parah. Saat mencapai kelembaban tertentu, alfalfa dorman dapat kembali aktif.
Tumbuhan ini memerlukan waktu penyinaran yang panjang. Perkebangan perbungaan dari setiap kultivar alfalfa bisa berbeda satu dengan lainnya karena lama penyinaran yang diperlukan juga berbeda.
Alfalfa tahan terhadap herbisida seperti benazolin, bentazon, dan asam 2,4-Diklorofenoksiasetat. Apabila ingin menanam alfalfa saja (monokultur), terutama pada musim hujan, dapat digunakan propizamida untuk mencegah pertumbuhan gulma yang mengganggu.
Pada tahap pembenihan, irigasi umumnya diperlukan. Untuk mencegah hama dan penyakit, penyemprotan fungisida dan insektisida diperlukan dalam masa penanaman. Beberapa agen penyebab penyakit pada alfalfa adalah Xanthomonas alfalfa, Alternaria solani, Fusarium oxysporum, Rhizoctonia solani, Phytophthora megasperma, dan Uromyces striatus. Pada waktu panen, biji-bijian biasanya disemprot dengan pengering tanaman untuk mempercepat pengeringan. Waktu panen yang tepat adalah ketika polong-polongan berisi biji sudah 65-75% berwarna coklat gelap.
Alfalfa dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk sapi perah dan sapi potong, domba, kelinci dan kambing. Selain itu Alfalfa juga digunakan untuk rotasi tanaman pangan karena alfalfa bisa mengikat kandungan nitrogen, memperbaiki struktur tanah, dan mengontrol gulma untuk tanaman berikutnya yang akan dibudidayakan.
Sebagai pakan ternak, tanaman ini memiliki kandungan protein, vitamin, dan mineral yang tinggi. Untuk melakukan budidaya alfalfa, Selama masa aktif pertumbuhannya, alfalfa tidak membutuhkan tanah yang basah.
Budidaya alfalfa sebagai pakan ternak dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu penggembalaan dan konservasi. Alfalfa dapat ditanaman sendiri ataupun sebagai campuran di antara rumput tropis dan sub-tropis. Bibit alfalfa juga banyak ditanaman sebagai kecambah untuk makanan manusia.
Alfalfa banyak diproduksi karena nilai nutrisi dan produksinya yang menguntungkan, selain itu tanaman ini juga disebutkan memiliki rasa yang enak. Dibandingkan dengan pakan ternak dari tanaman lainnya, alfalfa memiliki kandungan protein dan kalsium yang tinggi, tetapi energi termetabolisme dan kadar fosfor di dalamnya relatif rendah. Alfalfa juga termasuk berserat rendah sehingga mudah mencapai rumen (perut besar) dan mudah dicerna oleh hewan ternak.
Dengan pemberian irigasi, tanaman alfalfa dapat memproduksi 25-27 ton per hektar kadar kering pada tahun pertama dan turun hingga 8-15 ton per tahun pada tahun ketiga. Produksi tersebut bergantung pada densitas tanaman, tingkat resistensi hama dan penyakit, aktivitas di musim dingin, dan hujan yang mempengaruhi kelembaban tanah. Dengan hasil produksi tersebut, penanaman alfalfa dapat meningkatkan produksi susu pada sapi. Alfalfa yang tumbuh sepanjang tahun ini juga mencegah terjadinya defisiensi (kekurangan) energi pada ternak dan memperbaiki atau meningkatkan padang rumput.
Tangkai daun berbulu dan berukuran 5-30 mm. Kedalaman akar alfalfa dapat mencapai 4 meter. Saat memulai perkembangan batang, tunas aksiler di bagian bawah ketiak daun akan membentuk batang sehingga mahkota pada bagian dasar menjadi pangkal dan tunas aksiler di atas tanah membentuk percabangan. Perbungaan tersusun pada tandan yang padat dengan bunga kecil berwarna kuning atau ungu.
Tumbuhan ini mampu hidup hingga 30 tahun, bergantung dari keadaan lingkungan. Alfalfa juga memiliki bintil (nodul) akar yang mengandung bakteri Rhizobium meliloti sehingga dapat menambat atau mengikat nitrogen dari atmosfer untuk keperluan tumbuhan.
Alfalfa bisa dibudidayakan bersamaan dengan beberapa tanaman lain, seperti kembang telang (Clitoria ternatea), Cenchrus ciliaris, Macroptilium bracteatum, dan lain-lain. Tanaman alfalfa lebih tahan terhadap kekeringan bila dibandingkan tanaman kacang-kacangan lainnya. Hal ini dikarenakan akar yang panjang dan tanaman memiliki kemampuan melakukan dormansi (tidak aktif) saat musim kemarau yang parah. Saat mencapai kelembaban tertentu, alfalfa dorman dapat kembali aktif.
Tumbuhan ini memerlukan waktu penyinaran yang panjang. Perkebangan perbungaan dari setiap kultivar alfalfa bisa berbeda satu dengan lainnya karena lama penyinaran yang diperlukan juga berbeda.
Alfalfa tahan terhadap herbisida seperti benazolin, bentazon, dan asam 2,4-Diklorofenoksiasetat. Apabila ingin menanam alfalfa saja (monokultur), terutama pada musim hujan, dapat digunakan propizamida untuk mencegah pertumbuhan gulma yang mengganggu.
Pada tahap pembenihan, irigasi umumnya diperlukan. Untuk mencegah hama dan penyakit, penyemprotan fungisida dan insektisida diperlukan dalam masa penanaman. Beberapa agen penyebab penyakit pada alfalfa adalah Xanthomonas alfalfa, Alternaria solani, Fusarium oxysporum, Rhizoctonia solani, Phytophthora megasperma, dan Uromyces striatus. Pada waktu panen, biji-bijian biasanya disemprot dengan pengering tanaman untuk mempercepat pengeringan. Waktu panen yang tepat adalah ketika polong-polongan berisi biji sudah 65-75% berwarna coklat gelap.
Alfalfa dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk sapi perah dan sapi potong, domba, kelinci dan kambing. Selain itu Alfalfa juga digunakan untuk rotasi tanaman pangan karena alfalfa bisa mengikat kandungan nitrogen, memperbaiki struktur tanah, dan mengontrol gulma untuk tanaman berikutnya yang akan dibudidayakan.
Sebagai pakan ternak, tanaman ini memiliki kandungan protein, vitamin, dan mineral yang tinggi. Untuk melakukan budidaya alfalfa, Selama masa aktif pertumbuhannya, alfalfa tidak membutuhkan tanah yang basah.
Budidaya alfalfa sebagai pakan ternak dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu penggembalaan dan konservasi. Alfalfa dapat ditanaman sendiri ataupun sebagai campuran di antara rumput tropis dan sub-tropis. Bibit alfalfa juga banyak ditanaman sebagai kecambah untuk makanan manusia.
Alfalfa banyak diproduksi karena nilai nutrisi dan produksinya yang menguntungkan, selain itu tanaman ini juga disebutkan memiliki rasa yang enak. Dibandingkan dengan pakan ternak dari tanaman lainnya, alfalfa memiliki kandungan protein dan kalsium yang tinggi, tetapi energi termetabolisme dan kadar fosfor di dalamnya relatif rendah. Alfalfa juga termasuk berserat rendah sehingga mudah mencapai rumen (perut besar) dan mudah dicerna oleh hewan ternak.
Dengan pemberian irigasi, tanaman alfalfa dapat memproduksi 25-27 ton per hektar kadar kering pada tahun pertama dan turun hingga 8-15 ton per tahun pada tahun ketiga. Produksi tersebut bergantung pada densitas tanaman, tingkat resistensi hama dan penyakit, aktivitas di musim dingin, dan hujan yang mempengaruhi kelembaban tanah. Dengan hasil produksi tersebut, penanaman alfalfa dapat meningkatkan produksi susu pada sapi. Alfalfa yang tumbuh sepanjang tahun ini juga mencegah terjadinya defisiensi (kekurangan) energi pada ternak dan memperbaiki atau meningkatkan padang rumput.
Artikel 3.
KHASIAT ALFALFA SELAIN UNTUK PAKAN TERNAK JUGA SEBAGAI OBAT MULTY PENYAKIT
Alfalfa kaya akan berbagai zat gizi. Kandungan klorofilnya sangat tinggi, sehingga tumbuhan yang banyak dimanfaatkan daunnya ini dipercaya bisa menyembuhkan bermacam penyakit, mulai dari perut kembung sampai kanker. Kata alfalfa mungkin masih terasa asing di telinga orang Indonesia. Tanaman alfalfa memang belum banyak dibudidayakan di sini, meski berbagai produknya banyak dijual di pasaran. Salah satunya dalam bentuk suplemen. Sejak abad ke-6, alfalfa (Medicago sativa) telah digunakan oleh bangsa Cina untuk mengobati batu ginjal dan kembung. Alfalfa juga dipercaya dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti kanker dan kencing manis. Di Eropa, alfalfa dikenal sebagai "obat rakyat" yang sangat baik untuk memperlancar kencing. Alfalfa merupakan tanaman kacang-kacangan yang tumbuh di berbagai kondisi iklim, dengan kemampuan adaptasi cukup baik, sehingga tersebar di berbagai belahan dunia. Amerika Serikat merupakan produsen alfalfa terbesar hingga saat ini. Namun, tanaman ini juga dibudidayakan di Eropa, Australia, Amerika Selatan, Afrika Selatan, Cina, dan Timur Tengah. Di Indonesia, tanaman ini mulai dibudidayakan, paling banyak di daerah Jawa Tengah. Pakan ternak tanaman alfalfa dapat hidup tiga hingga 12 tahun, tergantung varietas dan iklim di mana tanaman itu hidup. Tingginya bisa mencapai satu meter, memiliki akar yang sangat panjang hingga mencapai 4,5 meter. Keunggulan itulah yang menyebabkan alfalfa mampu bertahan hidup, sekalipun saat terjadi kekeringan. Tanaman alfalfa berbunga sekitar bulan Juni sampai Agustus. Bunga selanjutnya berkembang menjadi buah yang berisi biji alfalfa. Alfalfa berasal dari Iran. Masyarakat Arab menyebutnya sebagai "bapak makanan". Penyebaran tanaman ini ke berbagai belahan dunia diduga terjadi pada zaman perunggu. Zaman dulu digunakan sebagai pakan kuda tentara Persia. Penyebarannya sendiri diperkirakan melewati daerah Asia Tengah. Amerika Serikat mulai mengenal alfalfa sekitar tahun 1860, yang berasal dari Chile. Pada awalnya tanaman ini digunakan sebagai pakan sapi, domba, kuda, dan kambing. Alfalfa tinggi nilai gizinya sebagai pakan ternak. Seperti pada jenis tanaman kacang-kacangan lainnya, pada akar alfalfa terdapat bakteri Rhizobium yang mampu memfiksasi (mengikat) nitrogen. Hal inilah yang membuat alfalfa dapat dijadikan pakan ternak dengan kandungan protein tinggi, tergantung pada ketersediaan nitrogen di dalam tanah. Keuntungan lain dibandingkan dengan tanaman pakan ternak lainnya adalah memiliki rendemen tertinggi. Selain digunakan sebagai pakan ternak, alfalfa juga dikonsumsi manusia, terutama bagian daunnya. Studi secara ekstensif sudah banyak dilakukan terhadap alfalfa. Seluruh bagian tanaman ini mengandung komponen yang bersifat fungsional bagi tubuh, seperti: saponin, sterol, flavonoid, kumarin, alkaloid, vitamin, asam amino, gula, protein, mineral, dan komponen gizi lainnya. Juga mengandung serat (dietary fiber) dalam jumlah cukup banyak dan dapat berfungsi sebagai antikolesterol. Alfalfa dikenal sebagai salah satu tumbuhan dengan kandungan gizi sangat tinggi. Kandungan kalsium, klorofil, karoten, dan vitamin K yang cukup tinggi, menjadikan alfalfa sebagai salah satu suplemen yang sering dikonsumsi manusia. Saponin pada akar alfalfa dapat menghambat peningkatan kolesterol dalam darah hewan percobaan yang diberi pakan tinggi kolesterol (sebesar 25 persen). Sayangnya, saponin juga memiliki efek negatif, yaitu bersifat hemolitik dan dapat mengganggu metabolisme vitamin E. Keunggulan lain alfalfa adalah memiliki kandungan vitamin dan mineral cukup lengkap. Vitamin yang terkandung dalam alfalfa adalah: vitamin A, thiamin (vitamin B1), riboflavin (vitamin B2), niasin (vitamin B3), vitamin B5, vitamin B6, vitamin C, vitamin K, dan asam folat. Mineral unggulan, yakni kalsium, besi, magnesium, fosfor, tembaga, dan seng. Jumlah vitamin dan mineral tersebut dapat dilihat pada tabel. Tabel. Kandungan gizi per 100 gram Alfalfa
sumber: www.nutritiondata.com Sebetulnya hampir seluruh tumbuhan hijau mengandung vitamin K. Namun, kandungan vitamin K dalam 100 gram alfalfa cukup tinggi, yang dapat memenuhi 38 persen dari total kebutuhan tubuh dalam sehari. Hal ini dapat menjadikan alfalfa sebagi salah satu sumber vitamin K bagi tubuh. Vitamin K sangat penting untuk pembentukan protein dan penggumpalan darah pada saat terjadi luka. Vitamin K juga dapat berfungsi sebagai zat antihemolitik, khususnya saat terjadi perdarahan, seperti pada orang-orang yang sedang melakukan terapi antibiotik dan bagi penderita diare kronis. Yang Lupus Dilarang Makan Bijinya Pepatah kuno mengatakan "makanlah sewaktu lapar dan berhentilah sebelum kenyang". Pepatah tersebut ingin mengatakan bahwa segala sesuatu yang dimakan berlebihan, justru akan berakibat buruk bagi tubuh. Sama halnya dengan klorofil, konsumsi yang berlebihan justru dapat mengakibatkan lelah yang luar biasa. Karena itu, sangat dianjurkan untuk mengonsumsi klorofil sesuai dosis yang telah ditetapkan. Saat ini alfalfa banyak tersedia dalam bentuk suplemen. Di Amerika dan Australia, bagian daun yang masih muda biasa dikonsumsi sebagai salah satu bahan salad. Di Cina, alfalfa biasanya direbus dan digunakan sebagai obat herbal. Selain itu, alfalfa juga sering dibuat jus. Untuk membuat minuman alfalfa dari daun keringnya juga cukup mudah. Caranya sama seperti menyeduh teh. Selain itu, alfalfa juga sering digunakan dalam sup. Meskipun alfalfa mempunyai khasiat yang cukup baik, konsumsi alfalfa oleh manusia harus dibatasi karena kandungan serat yang sangat tinggi. Daun alfalfa yang sudah dikeringkan digunakan sebagai suplemen dalam bentuk tablet, bubuk, dan teh. Selain daun, biji tanaman ini juga dapat dikonsumsi, tetapi tidak dianjurkan bagi penderita lupus (systemic lupus erythematosus) karena mengandung asam amino beracun L-canavanine yang diduga dapat mengakibatkan lupus-like syndrome. Beragam Fungsi Klorofil Klorofil berperan dalam proses fotosintesis pada tumbuh-tumbuhan. Fotosintesis adalah proses menyerap dan menggunakan energi sinar matahari, untuk mengubah karbondioksida dan air jadi karbohidrat dan oksigen. Klorofil memiliki manfaat sangat banyak, khususnya bagi tubuh manusia, terutama jika dikonsumsi dalam dosis tepat. 1. Pembersih Klorofil bermanfaat sebagai desinfektan dan antibiotik selama perang dunia, sebelum morfin ditemukan. Sampai kini klorofil digunakan untuk program pembersih kotoran. Klorofil mendorong proses detoksifikasi, membersihkan jaringan tubuh beserta bakteri dan parasit yang ada dalam jaringan sakit. Klorofil mengeluarkan racun kimia sintetis, seperti boraks dan formalin. Kerjanya seperti memandikan bagian dalam tubuh kita. Molekul klorofil punya ekor hidrofobik yang masuk ke dalam hidrokarbon dinding sel tubuh dan menariknya keluar, seperti sabun melepaskan minyak dari tangan. Termasuk golongan hidrokarbon adalah pestisida, narkotika, flavor makanan, dan lain-lain. Hati membongkar senyawa kimia sintetis tersebut, mengeluarkannya dari aliran darah. Klorofil membantu kerja hati, sehingga tidak bekerja terlalu berat. 2. Penguat otak alami Kadar asam nukleat dan asam amino pada klorofil dapat memenuhi kebutuhan otak akan protein, terutama neuropeptida (bagian otak yang mengolah pikiran dan emosi positif). 3. Pemberi energi Klorofil mampu mensintesis oksigen dan karbohidrat, sehingga dapat dijadikan sumber energi. 4. Pembentuk sel darah merah Klorofil adalah pembuat sel darah merah tercepat. Klorofil memiliki kemiripan struktur dengan hemoglobin dalam darah manusia, hanya atom sentral Fe2+ pada hemoglobin diganti dengan Mg2+ pada klorofil. Kemiripan struktur dan fungsi antara klorofil dan hemoglobin menjadikan klorofil dapat digunakan sebagai zat antianemia. 5. Membantu imunitas Klorofil merangsang produksi sel darah putih yang bertugas melawan serangan mikroorganisme penyebab penyakit dan memperkuat sistem kekebalan tubuh dengan pasokan antitumor, antikuman, dan sebagainya, untuk menghambat pertumbuhan bakteri, infeksi jamur, dan luka di saluran pencernaan. Antibakteri juga dapat mengatasi bau mulut, bau badan, serta mencegah. kerusakan gigi dan gusi. Penghancur Radikal Bebas Daun alfalfa merupakan salah satu sumber klorofil, empat kali lebih tinggi daripada sayuran biasa. Telah banyak dilakukan kajian ilmiah tentang khasiat klorofil, di antaranya sebagai pembersih dalam tubuh, pembentuk sel darah, pengatur keseimbangan asambasa tubuh, peningkat daya tahan, serta pengganti sel yang rusak. Klorofil dari alfalfa umumnya tersedia dalam bentuk ekstrak dan dijadikan suplemen. Sebagai obat, klorofil digunakan dalam pencegahan ataupun pengobatan berbagai jenis penyakit seperti kanker, radang, anemia, konstipasi, antibakteri, dan lain-lain. Alfalfa mengandung lebih dari seratus komponen bioaktif yang bermanfaat bagi kesehatan. Salah satu komponen paling dominan adalah saponin glukosida. Komponen saponin pada alfalfa mencapai 2-3 persen. Penelitian pada hewan percobaan menunjukkan saponin dapat membantu menurunkan kadar kolesterol darah. Klorofil merupakan zat hijau daun (pigmen hijau) yang terdapat pada semua makhluk hidup yang melakukan fotosintesis. Klorofil termasuk zat yang sudah ribuan tahun akrab dengan sel-sel tubuh manusia. Zat yang berwarna hijau atau hijau kebiruan ini merupakan sel hidup pertama yang tumbuh di atas muka bumi, yaitu dalam bentuk lumut (blue-green algae). Lumut tersebut telah tumbuh sekitar tiga setengah miliar tahun lalu, sedangkan sel-sel organisme lainnya baru muncul sekitar 650 juta tahun lalu. Meski begitu, sampai saat ini, bagaimana proses terbentuknya klorofil di dalam struktur tumbuh-tumbuhan masih merupakan misteri. Sejak-lama klorofil dipercaya memiliki khasiat untuk panjang umur. Berbagai penelitian masa kini sudah membuktikan bahwa mereka yang lebih banyak mengonsumsi makanan tinggi klorofil memiliki kualitas kesehatan yang lebih baik. Klorofil memiliki hampir semua zat gizi yang diperlukan tubuh dalam komposisi seimbang. Klorofil juga kaya zat antiperadangan, antibakteri, antiparasit, dan zat-zat berkhasiat obat lainnya. Klorofil telah diteliti memiliki aktivitas biologis, yaitu sebagai antioksidan dan antikanker. Klorofil dan beberapa senyawa turunannya pada awalnya dianggap sebagai prooksidan, yaitu zat yang dapat memicu terjadinya oksidasi di dalam tubuh yang menghasilkan radikal bebas. Dalam perkembangannya, klorofil justru berperan sebagai antioksidan atau penghancur radikal bebas, terutama jika dikonsumsi pada jumlah tertentu. Oleh: Prof. DR. Made Astawan Ahli Teknologi Pangan dan Gizi | ||||||||||||||||||||
|
SUMBER:SENIOR
:
Alfalfa atau yang dalam bahasa latinnya disebut Medicago sativa adalah sejenis tanaman herba tahunan dengan ciri berakar tunggang, batang menyelusur tegak dari dasar kayu dan tingginya berkisar 30-120 cm, serta daun tersusun tiga.
Tangkai daun berbulu dan berukuran 5-30 mm. Kedalaman akar alfalfa dapat mencapai 2-4 meter. Saat memulai perkembangan batang, tunas aksiler di bagian bawah ketiak daun akan membentuk batang sehingga mahkota pada bagian dasar menjadi pangkal dan tunas aksiler di atas tanah membentuk percabangan. Perbungaan tersusun pada tandan yang padat dengan bunga kecil berwarna kuning.
Tumbuhan ini mampu hidup hingga 30 tahun, bergantung dari keadaan lingkungan. Alfalfa juga memiliki bintil (nodul) akar yang mengandung bakteri Rhizobium meliloti sehingga dapat menambat atau mengikat nitrogen dari atmosfer untuk keperluan tumbuhan.
Alfalfa bisa dibudidayakan bersamaan dengan beberapa tanaman lain, seperti kembang telang (Clitoria ternatea), Cenchrus ciliaris, Macroptilium bracteatum, dan lain-lain. Tanaman alfalfa lebih tahan terhadap kekeringan bila dibandingkan tanaman kacang-kacangan lainnya. Hal ini dikarenakan akar yang panjang dan tanaman memiliki kemampuan melakukan dormansi (tidak aktif) saat musim kemarau yang parah. Saat mencapai kelembaban tertentu, alfalfa dorman dapat kembali aktif.
Musim penanaman alfalfa biasanya berlangsung pada peralihan musim , namun pertumbuhan utama terjadi pada awal musim panas. Tumbuhan ini memerlukan waktu penyinaran yang panjang. Perkebangan perbungaan dari setiap kultivar alfalfa bisa berbeda satu dengan lainnya karena lama penyinaran yang diperlukan juga berbeda.
Alfalfa tahan terhadap herbisida seperti benazolin, bentazon, dan asam 2,4-Diklorofenoksiasetat. Apabila ingin menanam alfalfa saja (monokultur), terutama pada musim hujan, dapat digunakan propizamida untuk mencegah pertumbuhan gulma yang mengganggu.
Pada tahap pembenihan, irigasi umumnya diperlukan. Untuk mencegah hama dan penyakit, penyemprotan fungisida dan insektisida diperlukan dalam masa penanaman. Beberapa agen penyebab penyakit pada alfalfa adalah Xanthomonas alfalfa, Alternaria solani, Fusarium oxysporum, Rhizoctonia solani, Phytophthora megasperma, dan Uromyces striatus. Pada waktu panen, biji-bijian biasanya disemprot dengan pengering tanaman untuk mempercepat pengeringan. Waktu panen yang tepat adalah ketika polong-polongan berisi biji sudah 65-75% berwarna coklat gelap.
Alfalfa dimanfaatkan sebagai pakan ternak untuk sapi perah dan sapi potong, domba, dan kambing. Selain itu Alfalfa juga digunakan untuk rotasi tanaman pangan karena alfalfa bisa mengikat kandungan nitrogen, memperbaiki struktur tanah, dan mengontrol gulma untuk tanaman berikutnya yang akan dibudidayakan.
Sebagai pakan ternak, tanaman ini memiliki kandungan protein, vitamin, dan mineral yang tinggi. Untuk melakukan budidaya alfalfa, kondisi tanah yang harus diperhatikan adalah pH atau tingkat keasaman berkisar 6,3-7,5 dan kandungan garam dalam tanah tidak boleh terlalu tinggi. Selama masa aktif pertumbuhannya, alfalfa tidak membutuhkan tanah yang basah.
Budidaya alfalfa sebagai pakan ternak dilakukan untuk beberapa tujuan, yaitu penggembalaan dan konservasi. Alfalfa dapat ditanaman sendiri ataupun sebagai campuran di antara rumput tropis dan sub-tropis. Bibit alfalfa juga banyak ditanaman sebagai kecambah untuk makanan manusia.
Alfalfa banyak diproduksi karena nilai nutrisi dan produksinya yang menguntungkan, selain itu tanaman ini juga disebutkan memiliki rasa yang enak. Dibandingkan dengan pakan ternak dari tanaman lainnya, alfalfa memiliki kandungan protein dan kalsium yang tinggi, tetapi energi termetabolisme dan kadar fosfor di dalamnya relatif rendah. Alfalfa juga termasuk berserat rendah sehingga mudah mencapai rumen (perut besar) dan mudah dicerna oleh hewan ternak.
Dengan pemberian irigasi, tanaman alfalfa dapat memproduksi 25-27 ton per hektar kadar kering pada tahun pertama dan turun hingga 8-15 ton per tahun pada tahun ketiga. Produksi tersebut bergantung pada densitas tanaman, tingkat resistensi hama dan penyakit, aktivitas di musim dingin, dan hujan yang mempengaruhi kelembaban tanah. Dengan hasil produksi tersebut, penanaman alfalfa dapat meningkatkan produksi susu pada sapi. Alfalfa yang tumbuh sepanjang tahun ini juga mencegah terjadinya defisiensi (kekurangan) energi pada ternak dan memperbaiki atau meningkatkan padang rumput.
4 komentar:
makasih informasinya gan
artikelnya sangat menarik bangetz bagus untuk di baca..
Alamatnya mana
Alamatnya mana
Posting Komentar